Selasa, 10 November 2015

FIKIH QURBAN





Berqurban merupakan bagian dari Syariat Islam yang sudah ada sejak manusia ada. Ketika putra-putra Nabi Adam Alaihis Salam  diperintahkan berqurban. Maka Allah Subhanahu Wa Ta’ala menerima qurban yang baik dan diiringi ketakwaan serta menolak qurban yang buruk. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, yang artinya : “ Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan qurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!” Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (qurban) dari orang-orang yang bertaqwa. ” (QS Al-Maaidah (5) : 27).

Definisi Qurban

Kata qurban yang kita pahami, berasal dari bahasa Arab, artinya pendekatan diri, sedangkan maksudnya adalah menyembelih binatang ternak sebagai sarana pendekatan diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Arti ini dikenal dalam istilah Islam sebagai udh-hiyah. Udh-hiyah adalah hewan ternak yang disembelih pada hari Idul Adha dan hari Tasyriq dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala  karena datangnya hari raya tersebut. (1)

Hukum Qurban

Hukum qurban menurut Jumhur Ulama adalah sunnah muaqqadah (sunnah yang ditekankan), sedangkan menurut Mazhab Abu Hanifah adalah wajib. Allah Subhanahu Wa Ta’ala  berfirman, yang artinya : “ Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu dan berkorbanlah. ” (QS Al-Kautsar (108) : 2).

Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda, yang artinya : “ Siapa yang memiliki kelapangan dan tidak berqurban, maka jangan dekati tempat shalat kami. ” (2)

Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin Rahimahullah mengatakan : “ Pendapat yang menyatakan wajib itu tampak lebih kuat daripada pendapat yang menyatakan tidak wajib. Tetapi, hal itu hanya diwajibkan bagi yang mampu…” (3)

Binatang yang Boleh Diqurbankan

Adapun binatang yang boleh digunakan untuk berqurban adalah binatang ternak (Al-An’aam), yaitu : unta, sapi, dan kambing, jantan atau betina. Sedangkan, binatang selain itu seperti burung, ayam, dan lainnya tidak boleh dijadikan binatang qurban. Allah Subhanahu Wa Ta’ala  berfirman, yang artinya :  “ Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah dirizkikan Allah kepada mereka. ” (QS Al-Hajj (22) : 34)

Kambing untuk satu orang, boleh juga untuk satu keluarga. Karena Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam menyembelih dua kambing, satu untuk beliau dan keluarganya serta satu lagi untuk beliau dan umatnya. Sedangkan, unta dan sapi dapat digunakan untuk tujuh orang, baik dalam satu keluarga atau tidak, sesuai dengan hadits Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam. Shahabat yang mulia Jabir bin Abdullah Radhiyallahu ‘Anhuma berkata : “ Kami berqurban bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pada tahun Hudaibiyah, unta untuk tujuh orang dan sapi untuk tujuh orang. ” (4)

Binatang yang akan diqurbankan hendaknya yang paling baik, cukup umur, dan tidak boleh cacat. Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda, yang artinya : “ Empat macam binatang yang tidak sah dijadikan qurban : 1. Cacat matanya, 2. sakit, 3. Pincang, dan 4. kurus yang tidak berlemak lagi “ (5). Hadits lain yang artinya : “ Janganlah kamu menyembelih binatang ternak untuk qurban kecuali musinnah (telah ganti gigi, kupak). Jika sukar didapati, maka boleh jadz’ah (berumur 1 tahun lebih) dari domba.” (6) Musinnah adalah jika pada unta sudah berumur 5 tahun, sapi umur dua tahun dan kambing umur 1 tahun, domba dari 6 bulan sampai 1 tahun. Dibolehkan berqurban dengan hewan kurban yang mandul, bahkan Rasulullah  berqurban dengan dua domba yang mandul. Biasanya dagingnya lebih enak dan lebih gemuk.

Waktu Penyembelihan Qurban

Para Ulama bersepakat, bahwa penyembelihan qurban tidak boleh dilakukan sebelum terbitnya fajar pada hari Idul Adha. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, yang artinya : “ Barangsiapa yang menyembelih sebelum shalat Id, maka sesungguhnya dia menyembelih untuk dirinya sendiri (bukan qurban). Dan, barangsiapa yang menyembelih sesudah shalat, maka qurbannya sempurna dan dia telah menepati sunnahnya kaum Muslimin.” (7)

Madzhab Syafi’i dan sebagian Madzhab Hanbali juga diikuti oleh Syaikhul Islam berpendapat, bahwa waktu penyembelihan adalah empat hari, Hari Raya ‘Idul Adha, dan tiga Hari Tasyriq. Berakhirnya Hari Tasyriq ditandai dengan tenggelamnya matahari. Pendapat ini mengikuti Sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, yang artinya : “ Semua Hari Tasyriq adalah hari penyembelihan. ” (8)

Tata Cara Penyembelihan
  • Sebaiknya pemilik qurban menyembelih hewan qurbannya sendiri.
  • Apabila pemilik qurban tidak bisa menyembelih sendiri, maka sebaiknya dia ikut datang menyaksikan penyembelihannya.
  • Hendaknya memakai alat yang tajam untuk menyembelih.
  • Hewan yang disembelih dibaringkan di atas lambung kirinya dan dihadapkan ke kiblat. Kemudian pisau ditekan kuat-kuat supaya cepat putus urat lehernya.
  • Ketika akan menyembelih, disyari’akan membaca بِسْمِ اللهِ وَ اللهُ أَكْبَرُ (Bismillaahi wallaahu akbar) ketika menyembelih. Untuk bacaan bismillah (tidak perlu ditambahi Ar-Rahman dan Ar-Rahiim) hukumnya wajib menurut Al-Imam Abu Hanifah, Malik, dan Ahmad Rahimahumullah. Sedangkan, menurut Al-Imam Asy-Syafi’i Rahimahullah hukumnya sunnah. Adapun, bacaan takbir – Allahu akbar – para Ulama sepakat, bahwa hukum membaca takbir ketika menyembelih ini adalah sunnah dan bukan wajib. Kemudian diikuti bacaan:
    • هَذَا ِمنْكَ وَ لَكَ  “ hadza minka wa laka.” (9)
    • Atau “ hadza minka wa laka ‘anni atau ‘an fulan. “ (disebutkan nama orang yang berqurban).”
·         Berdoa agar Allah Subhanahu Wa Ta’ala menerima qurbannya dengan doa, “ Allahumma taqabbal minni atau min fulan (disebutkan nama orang yang berqurban). ” dan tidak terdapat doa khusus yang panjang bagi orang yang berqurban ketika hendak menyembelih.

Larangan Bagi yang Hendak Berqurban

Orang yang hendak berqurban dilarang memotong kuku dan rambutnya (yaitu orang yang hendak qurban bukan hewan qurbannya). Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, yang artinya : “ Apabila kalian telah memasuki sepuluh hari pertama (bulan Dzulhijjah), sedangkan di antara kalian ingin berqurban, maka janganlah dia menyentuh sedikit pun bagian dari rambut dan kulitnya. ” (10)  Larangan tersebut berlaku untuk cara apapun dan untuk bagian mana pun, mencakup larangan mencukur gundul atau sebagian saja, atau sekedar mencabutinya. Baik rambut itu tumbuh di kepala, kumis, sekitar kemaluan, maupun di ketiak. (11)

Pembagian Daging Qurban

Orang yang berqurban boleh makan sebagian daging qurban, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang artinya : “ Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi`ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.” (QS Al-Hajj (22) : 36).

Dalam hal pembagian disunnahkan untuk dibagi menjadi tiga bagian. Sepertiga untuk dimakan dirinya dan keluarganya, sepertiga untuk tetangga dan teman, serta sepertiga yang lainnya untuk fakir miskin dan orang yang minta-minta. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, yang artinya : “ Sepertiga untuk memberi makan keluarganya, sepertiga untuk para tetangga yang fakir miskin, dan sepertiga untuk disedekahkan kepada yang meminta-minta. ” (12)

Hukum Menjual Bagian Qurban

Orang yang berqurban tidak boleh menjual sedikit pun hal-hal yang terkait dengan hewan qurban seperti, kulit, daging, susu, dan lainnya dengan uang yang menyebabkan hilangnya manfaat barang tersebut. Jumhur Ulama menyatakan hukumnya makruh mendekati haram. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, yang artinya : “ Barang siapa yang menjual kulit hewan qurbannya maka ibadah qurbannya tidak ada nilainya.” (13)

Kecuali dihadiahkan kepada fakir-miskin atau dimanfaatkan, maka dibolehkan. Menurut Mazhab Hanafi kulit hewan qurban boleh dijual dan uangnya disedekahkan. Kemudian uang tersebut dibelikan sesuatu yang bermanfaat bagi kebutuhan rumah tangga.

Hukum Memberi Upah Tukang Jagal Qurban

Sesuatu yang dianggap makruh mendekati haram juga memberi upah tukang jagal dari hewan qurban. Sesuai dengan hadits dari Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu ‘Anhu : “ Rasulullah  memerintahkanku untuk menjadi panitia qurban (unta) serta membagikan kulit dan dagingnya. Dan memerintahkan kepadaku untuk tidak memberi tukang jagal sedikit pun. ” Ali berkata : ” Kami memberi dari uang kami. ” (14)

Hukum Berqurban Atas Nama Orang yang Meninggal

Berqurban atas nama orang yang meninggal, jika orang yang meninggal tersebut berwasiat atau wakaf, maka para Ulama sepakat membolehkan. Jika dalam bentuk nadzar, maka ahli waris berkewajiban melaksanakannya. Tetapi, jika tanpa wasiat dan keluarganya ingin melakukan dengan hartanya sendiri, maka menurut Jumhur Ulama seperti Madzhab Hanafi, Maliki, dan Hambali membolehkannya. Sesuai dengan yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau menyembelih dua kambing yang pertama untuk dirinya dan yang kedua untuk orang yang belum berqurban dari umatnya. Orang yang belum berqurban berarti yang masih hidup dan yang sudah meninggal. Sedangkan Mazhab Syafi’i, tidak membolehkannya.
Wallahu a’lam  bish shawab.


Abu Nafi’ Lukman Fauzi,Lc



Catatan Kaki :

(1) Al Wajiz : halaman 405, Shahih Fiqhis Sunnah : 2/366

(2) HR Ahmad : 17890,  Ibnu Majah : 3123

(3) Syarhul Mumti’ : 3/408

(4) HR Muslim : 1318

(5) HR At-Tirmidzi : 1497, Abu Dawud : 2802, Ibnu Majah : 3144

(6) HR Muslim : 1963

(7) HR. Al-Bukhari : 955, Muslim : 1971

(8) HR Ibnu Hibban : 1008, Al-Baihaqi : 9/295 , Ad-Daruquthni : 4/284. Al-Haitsami berkata : ”  Hadits  ini para perawinya kuat. ” dalam Majma’ Az-Zawaid  : 3/25
(9) HR. Abu Dawud : 2795
(10) HR. Muslim : 1977
(11) Shahih Fiqhis Sunnah : 2/376
(12) HR Abu Musa Al-Asfahani, dalam Al-Mughni li ibni Qudamah : 8/632
(13) HR. Al-Hakim : 2/390, Al-Baihaqi, Al-Albani mengatakan : hasan
(14) HR Muslim : 1317

editor : anonym07

Tidak ada komentar:
Write komentar

ADs